Agama Hindu yang diturunkan oleh Tuhan Yang Maha Esa melalui para Maha Rsi adalah untuk menuntun umat manusia merealisasikan kebahagiaan hidup di dunia ini serta mewujudkan menunggalnya Atman dengan Paramaatma. Karena itu melalui agama dan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, manusia diharapkan mampu mengatasi berbagai persoalan hidup yang dihadapi demi terwujudnya kehidupan yang berkualitas baik di dunia ini maupun di akhirat.
Futuris Naisbitt didalam bukunya “Megatrend 2000” telah meramalkan bahwa di dalam abab ke-21 globalisasi akan bergulir dengan hebatnya, sehingga tidaklah akan terdapat lagi batas-batas nasional yang memisahkan negara-negara di dunia ini. Dia meramalkan bahwa dunia ini akan dapat diibaratkan sebagai sesuatu “borderless village” suatu desa yang besar tanpa dipisahkan oleh batas-batas. Negara-negara kebangsaan (Nation State) akan berubah menjadi borderless nation atau negara-negara tanpa batas, sebagai ditulis oleh pakar ekonomi dan hubungan internasional Jepang Kenichi Ohmoe di dalam bukunya “A Borderless World”.
Dewasa ini komunikasi demikian canggihnya sehingga hubungan antar benua tidaklah dapat dihindarkan dimana suatu peristiwa yang terjadi disuatu benoa pada saat yang bersamaan peristiwa yang terjadi itu sudah dapat disaksikan di benoa lain. “Insant communication” atau “distance communication” ini sudah berhasil mewujudkan suatu corak kehidupan baru di dunia ini yang menyebabkan timbulnya interaksi peradaban dan kebudayaan yang intensif antara penduduk-penduduk di seluruh mancanegara. Dunia terasa sempit. Jarak tidak lagi menjadi momok yang menghambat perjalanan manusia.
Pulau Bali yang kecil ini juga tidak bebas dari interaksi itu. Seperti telah diketahui didalam sejarah bahwa pulau Bali belum pernah menutup dirinya dari masuknya pengaruh-pengaruh luar. Didalam abad ke-7 pedagang-pedagang Cina sudah mengunjungi pulau Bali, sesudah itu tiba pemuka-pemuka agama Budha dan Hindu dari India yang telah berhasil meletakkan dasar-dasar agama tersebut didalam masyarakat sehingga dapatlah menjelma trilogi atau tiga sendi masyarakat Bali yaitu agama, budaya dan tradisi yang sampai sekarang merupakan ciri khas dari masyarakat Bali itu. Tiga sendi tersebut merupakan pegangan yang mujarab dari masyarakat Bali sepanjang masa yang berhasil dilestarikan oleh penduduk Bali, sehingga masyarakat Bali sampai sekarang dapat mempertahankan jati dirinya yang unik itu dan menjadi sebab musabab pulau yang kecil ini terkenal dan dikagumi diseluruh manca negara.
Dengan munculnya globalisasi dengan interaksi kebudayaan yang sangat intensif antara penghuni dunia ini akibat dari pada canggihnya alat komunikasi elektronik dewasa ini maka timbullah suatu pertanyaan “apakah masyarakat Bali akan dapat meneruskan warisan nenek moyangnya untuk melestarikan ketiga sendi masyarakat itu terutama agama yang merupakan faktor dominan didalam trilogi tersebut?”
Dialam globalisasi dan komunikasi canggih ini Bali tidak dapat menutup dirinya atau merumuskan segala peraturan-peraturan untuk menolak atau menanggulangi masuknya pengaruh-pengaruh dari luar didalam masyarakat Bali. Memang hal demikian akan bertentangan dengan tradisi masyarakat Bali yang dianut sejak berabad-abad lamanya bahwa pulau Bali ini belum pernah ditutup dari masuknya pengaruh-pengaruh luar dalam segala ragam bentuknya, oleh karena masyarakat Bali sudah puas dengan apa yang dimiliki sebagai pegangan dan filsafat hidup sebagai tertuang dalam trilogi masyarakat Bali yaitu agama, budaya dan tradisi. Oleh karena agama adalah faktor yang dominan dalam trilogi masyrakat, maka timbullah suatu pertanyaan yang sangat mendasar “apakah masyarakat Bali memiliki kreativitas dan ketahanan untuk melestarikan dasar-dasar Hindu Dharma menghadapi era globalisasi ini yang getarannya terasa semakin deras dimasyarakat”.
Bila diperhatikan dengan saksama perkembangan pelaksanaan yadnya akhir dasa warsa ini memang sangat menggembirakan, sudah muncul suatu kegairahan nyata. Bila ada upacara agama di pura-pura ratusan bahkan ribuan penduduk wanita, pria, tua muda dalam pakaian tradisional Bali dengan baju dan destar putih, saput kuning dengan khidmat melaksanakan persembahyangan di pura-pura tersebut. Keadaan yang sangat menggembirakan itu merupakan suatu pertanda bahwa kesadaran umat nampaknya tetap hidup dan bergelora didalam hati sanubari para bhakta.
Seandainya dalam proses interaksi yang dahsyat ini masyarakat Bali ingin mampertahankan nilai-nilai hidupnya yang berdasarkan atas tiga sendi yang diwariskan sejak berabad-abad, maka sudah jelaslah penduduk Bali harus diberi pemahaman jang lebih mendalam lagi mengenai makna dari azas Hindu Dharma, kebudayaan dan tradisi Bali tersebut. Dewasa ini nampaknya mereka patuh terhadap syarat-syarat dari pada pelaksanaan agama itu untuk sehari-hari sebagai sembahyang di pura pura dan hadir pada upacara agama besar kecil, namun secara umum pengetahuan mereka mengenai filsafat dan dasar ajaran agama itu secara mendalam masih sangat kurang.
Disini timbul suatu pertanyaan bahkan suatu keragu-raguan, bagaimana mereka akan sanggup mempertahankan kelestarian agama Hindu itu terhadap pengaruh dari luar, bila mereka tidak memiliki kesadaran yang mendalam mengenai arti dan dasar dari agama itu sendiri. Disinilah letaknya suatu tantangan bagi umat Hindu.
Dalam kaidah keberagamaan, mudah didapatkan contoh-contoh yang konkrit. Kita lihat setiap upacara agama selalu meriah dan ramai. Kemeriahan acara, banyaknya tamu yang hadir dan banyaknya dana yang dipakai menjadi ukuran kelas sosial baru dan keberhasilan suatu upacara. Acara yang dilangsungkan ternyata tanpa mengusik tingkat pemahaman umatnya dalam hal arti dan makna ritual tersebut. Hari-hari persembahyangan selalu ramai dikunnjungi umat, tetapi praktek asusila dan korupsi berjalan terus. Bersembahyang untuk memohon pengampunan, demikian rumornya. Ritual agama jangan sampai dibiarkan tergiring menjadi festival. Hakekat agama adalah untuk pengejawantahan nilai-nilai spiritualitas agama umat, baik secara individual atau kepada umat secara umum dalam kehidupan sosialnya. Dengan spiritualitas agama itu, umat dapat semakin meningkat keluhuran moralnya dan semakin kuat daya tahan mentalnya dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupan.
Agama harus diterapkan untuk memperkokoh landasan moral dan mental masyarakat, bukan semata hanya ditinjau dari segi kemeriahannya saja atau besarnya dana, banyaknya umat yang datang .
Dewasa ini pengamalan ajaran agama sangat pincang dimana pengamalannya lebih menekankan pada upacara yadnya yang rajasik dan tamasik. Semuanya ini dapat menimbulkan dan menebalnya individualitas, disintegrasi sosial, dehumanisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar